Gaji Pekerja Pemerintah melalui Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) kembali mengaktifkan kebijakan pemotongan gaji pekerja sebesar 3 persen per bulan untuk program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Kebijakan ini menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat, terutama dari kalangan pekerja formal dan pelaku usaha yang mempertanyakan urgensi dan manfaat dari potongan tersebut di tengah beban ekonomi yang sudah cukup berat.

Namun, BP Tapera menegaskan bahwa potongan tersebut bukanlah iuran, melainkan tabungan yang akan kembali kepada peserta di masa depan. “Ini bukan seperti iuran jaminan sosial yang hangus, tetapi tabungan milik peserta yang akan dikembalikan, lengkap dengan hasil pemupukannya,” ujar Komisioner BP Tapera, dalam sebuah konferensi pers baru-baru ini.

Gaji Pekerja

Gaji Pekerja Apa Itu BP Tapera?

BP Tapera atau Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat adalah lembaga yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat. Tujuannya adalah untuk membantu masyarakat, khususnya pekerja, dalam memiliki hunian yang layak melalui mekanisme tabungan jangka panjang.

Program ini menyasar seluruh pekerja Indonesia, baik aparatur sipil negara (ASN), TNI/Polri, pekerja BUMN/BUMD, maupun pekerja swasta yang memenuhi syarat. Iuran Tapera sebesar 3 persen ini dibagi antara pemberi kerja (0,5 persen) dan pekerja (2,5 persen). Untuk pekerja mandiri, seluruh potongan ditanggung sendiri.

Kenapa Disebut Tabungan?

Salah satu poin yang disoroti oleh BP Tapera adalah status dana 3 persen tersebut. Berbeda dengan iuran BPJS Kesehatan atau BPJS Ketenagakerjaan yang sebagian besar bersifat manfaat tanpa pengembalian langsung, dana Tapera bersifat tabungan individual. Artinya, peserta akan mendapatkan kembali dana mereka saat memasuki masa pensiun atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai peserta, beserta hasil pengembangannya (bunga/investasi).

“Tapera itu seperti menabung secara paksa untuk masa depan. Ketika masa kepesertaan selesai, dana itu akan dikembalikan ke peserta, jadi bukan hilang,” ujar pihak BP Tapera.

Reaksi Pekerja dan Pengusaha

Meski BP Tapera menekankan bahwa dana ini adalah tabungan, banyak pekerja dan pengusaha menilai kebijakan ini memberatkan. Potongan 3 persen dari gaji dinilai cukup besar, apalagi tidak semua pekerja memiliki keinginan atau kebutuhan akan rumah dalam waktu dekat. Bagi pengusaha, penambahan 0,5 persen dari total pengeluaran gaji juga menjadi beban tersendiri di tengah pemulihan ekonomi pasca pandemi.

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) misalnya, menyampaikan keberatan atas pemberlakuan wajib Tapera untuk sektor swasta. Mereka menilai bahwa implementasi kebijakan ini perlu ditinjau ulang dan dikaji berdasarkan kondisi riil di lapangan. “Kami harap pemerintah mempertimbangkan kembali waktu dan mekanisme pelaksanaan program ini. Jangan sampai niat baik justru menjadi beban baru bagi dunia usaha,” ujar Ketua Apindo.

Dari sisi pekerja, banyak yang menyuarakan ketidaksetujuan mereka di media sosial. Mereka mempertanyakan mengapa harus menabung untuk rumah melalui mekanisme pemerintah, padahal sebagian sudah memiliki rumah atau memilih berinvestasi secara pribadi.

Kepastian Manfaat Tapera

Salah satu tantangan terbesar bagi BP Tapera adalah membangun kepercayaan publik. Program ini memerlukan transparansi dan kepastian bahwa dana peserta dikelola dengan aman dan efisien, serta memberikan manfaat nyata.

BP Tapera sendiri telah menyiapkan beberapa skema pemanfaatan dana, termasuk subsidi bunga KPR, bantuan uang muka, dan program pembangunan rumah bersubsidi. Namun, hingga kini belum banyak contoh konkret keberhasilan program ini di kalangan pekerja swasta karena implementasinya sebelumnya baru terbatas pada ASN.

Pemerintah juga menjanjikan bahwa dana Tapera tidak akan digunakan untuk kebutuhan di luar kepentingan peserta. Dana dikelola secara kolektif namun dalam rekening individual, sehingga masing-masing peserta dapat melihat perkembangan dana mereka, mirip seperti dana pensiun.

Siapa yang Wajib Jadi Peserta?

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020, seluruh pekerja yang berusia minimal 20 tahun atau sudah menikah dan memiliki penghasilan tetap wajib menjadi peserta Tapera. Masa kepesertaan berlaku hingga usia 58 tahun.

Kepesertaan dimulai paling lambat tujuh tahun setelah PP diterbitkan, yaitu pada 2027. Namun, pemerintah mendorong percepatan implementasi, terutama untuk pekerja swasta mulai tahun 2024 hingga 2027.

Alternatif dan Solusi

Sejumlah pakar kebijakan publik menyarankan agar pemerintah memberikan opsi bagi pekerja yang sudah memiliki rumah atau tidak berminat memanfaatkan Tapera untuk tidak ikut serta. Alternatif lain adalah memberikan fleksibilitas besar terhadap pengelolaan dana atau skema pengambilan dana lebih awal dalam kondisi tertentu.

Sebagian kalangan juga meminta agar ada audit independen terhadap pengelolaan dana Tapera, guna mencegah potensi penyalahgunaan atau inefisiensi seperti yang pernah terjadi pada beberapa program serupa di masa lalu.

Penutup

Pemotongan gaji pekerja sebesar 3 persen untuk Tapera telah menimbulkan diskursus yang luas. Di satu sisi, ini bisa menjadi solusi jangka panjang bagi masalah backlog perumahan nasional. Namun di sisi lain, transparansi, fleksibilitas, dan akuntabilitas menjadi kunci agar kebijakan ini tidak hanya menjadi beban tambahan, tetapi benar-benar menjadi tabungan yang memberikan manfaat nyata bagi masa depan pekerja Indonesia.

geyserdirect.com

pututogel.it.com

ti-starfighter.com